Keputusan Abu-abu Parkir Berlangganan Sidoarjo

Ilustrasi (dok. istimewa)

Sidoarjo yang terkenal dengan kota Delta tak henti dirundung masalah, tak tuntas masalah yang satu ditimpa dengan masalah yang lain sehingga banyak yang tak dapat diselesaikan. Ini adalah ketidakseriusan pemerintah daerah dalam mengatasi problematika yang terjadi, salah satunya yang mulai tidak ada kejelasan adalah soal program parkir berlangganan yang menuai banyak kontroversi dari berbagai kalangan.

Dari semula program parkir berlangganan ini lahir tidak mempunyai payung hukum yang jelas, parkir berlangganan ini sebenarnya sudah ada sejak tahun 1997 yang diatur oleh Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sidoarjo Nomor 6 Tahun 1997 Tentang Retribusi Tempat-Tempat Parkir Kendaraan Di Kabupaten Daerah Tingkat II Sidoarjo Pasal 6 ayat (3) yang berbunyi Besarnya retribusi parkir berlangganan dimaksud ayat (1) pasal ini, untuk 1 (satu) kendaraan adalah : 

a. sepeda motor, sebesar Rp 7.200,00 (tujuh ribu dua ratus rupiah) setiap tahun ; 
b. taksi, mobil pribadi dan sejenisnya, sebesar Rp 18.000,00 (delapan belas ribu rupiah) setiap tahun ; 
c. bis, mikro bis dan sejenisnya, sebesar Rp 20.000,00 ( Dua puluh ribu rupiah) setiap tahun; 
d. truk, sebesar Rp 20.000,00 (dua puluh ribu rupiah) setiap tahun;
e. truk gandeng dan sejenisnya, sebesar Rp 25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah) setiap tahun. 

Kemudian di tetapkannya Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Retribusi Parkir Pasal Pasal 8 ayat (1) yang mengatakan bahwa Penetapan besaran retribusi pelayanan Parkir Berlangganan, pembayarannya dilakukan dimuka pada setiap tahun sebagai berikut : 

a. Sepeda Motor, sebesar Rp. 25 000,00 (dua puluh lima ribu rupiah); 
b. Taksi. Station Wagon. Sedan, Jeep dan kendaraan sejenisnya sebesar Rp 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah); 
c. Bus, Truk, Mobil Barang dan kendaraan sejenisnya, sebesar Rp. 60.000,00 (enam puluh ribu rupiah)

Yang selanjutnya adalah Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Parkir Di Kabupaten Sidoarjo Pasal 10 ayat (3) yang menyebutkan Struktur dan besarnya tarif retribusi parkir berlangganan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun ditetapkan sebagai berikut : 

a. Sepeda, sebesar Rp. 15.000,00 (lima belas ribu rupiah); 
b. Sepeda Motor, sebesar Rp. 25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah); 
c. Mobil Penumpang dan Mobil barang dengan JBB < 3500 kg, sebesar Rp. 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah); 
d. Mobil Bus dan Mobil barang dengan JBB > 3500 kg, Kereta Gandengan dan Kereta Tempelan sebesar Rp. 60.000,00 (enam puluh ribu rupiah).

Parkir berlangganan dari tiga perda diatas tidak mempunyai dasar hukum yang jelas baik dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah ataupun Peraturan Presiden, oleh karena itu pemerintah daerah dalam membuat perda harusnya mempertimbangkan itu. Jangan kemudian ketika masyarakat benar-benar sudah dalam puncak keresahan dengan program tersebut malah pemerintah daerah juga seakan-akan ikut-ikutan bingung.

Keluarnya Surat Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 32 Tahun 2018 Tentang Persetujuan Pencabutan Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 20 Tahun 2012 Tentang Persetujuan Terhadap Kerjasama Parkir Berlangganan Kabupaten Sidoarjo yang ditetapkan di Sidoarjo pada tanggal 29 November 2018, rupanya hanya untuk meredam kekesalan masyarakat terhadap pemerintah daerah karena dalam Memorandum of Understanding (MoU) ataupun kontrak kerjasamanya yang mempunyai kewenangan untuk membatalkan adalah pemerintah daerah yang dalam hal ini Bupati Sidoarjo atau bisa juga para pihak yang termasuk dalam MoU/Kontrak Kerjasama tersebut sebagaimana Pasal 2 ayat (1) yang berbunyi Dalam pelaksanaan KSDD, daerah diwakili oleh gubernur atau bupati/wali kota yang bertindak untuk dan atas nama daerah dan Pasal 9 ayat (1) point (c) yang menyatakan terdapat kesepakatan para pihak untuk mengakhiri kerja sama; tercantum dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2018 Tentang Kerja Sama Daerah.

YANG LEBIH LUCU LAGI adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten sidoarjo kurang teliti dalam membuat Surat Keputusan Nomor 32 Tahun 2018 Tentang Persetujuan Pencabutan Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 20 Tahun 2012 Tentang Persetujuan Terhadap Kerjasama Parkir Berlangganan Kabupaten Sidoarjo, karena salah satu peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dari surat keputusan itu tertulis Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018, yang dalam Peraturan itu bukan mengatur tentang kerjasama daerah melainkan tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik, justru yang mengatur kerjasama daerah adalah Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2018 seperti apa yang telah disinggung diatas.

Terkait dengan Parkir Berlangganan yang menjadi problem dikota delta ini mengharuskan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten Sidoarjo untuk merevisi Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Parkir Di Kabupaten Sidoarjo bukan dengan mengatakan “Untuk menghapus program parkir berlangganan di Sidoarjo pemerintah tidak perlu mengubah Perda Parkir. Cukup DPRD mengeluarkan keputusan untuk membatalkan MoU atau perjanjian kerjasama yang sudah ada”. Sebagaimana telah diberitakan salah satu media online (SURYA.co.id pada tanggal 3/8/2018). Pernyataan ini kontradiktif dengan penyataan yang kedua (orang yang sama) “Dalam pelaksanaan parkir berlangganan selama ini, dasarnya adalah Perda yang ditindaklanjuti DPRD dengan Kerjasama bersama kepolisian dan pemerintah provinsi, yang kemudian dilaksanakan oleh Pemkab Sidoarjo” oleh karena dasarnya adalah Perda maka DPRD harus merevisi Perda, bagaimana mungkin MoU sebagai tindak lanjut jika dibatalkan akan merubah keadaan yang menjadi dasar (Perda).

Yang terakhir adalah inti dari isi keputusan DPRD hanyalah :

Menyetujui, untuk mencabut parkir berlangganan sesuai hasil rapat konsultasi pimpinan DPRD, Pimpinan dan anggota bapemperda, pimpinan fraksi dan pimpinan komisi-komisi tanggal 7 November 2018
Mengamanatkan, pesan moral yang disampaikan DPRD kepada bupati sidoarjo.
Meminta, yang dalam hal ini sebenarnya tergantung bupati mengabulkan ataupun tidak.

Kesimpulannya adalah Surat Keputusan itu tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan sangat kontradiktif dengan apa yang disampaikan pimpinan DPRD kepada publik.


Baca Juga