Rethinking Criminal Law : Tiga Teori Penghapusan Pidana Oleh George P. Fletcher

Tiga teori terkait alasan penghapusan pidana yang dikemukakan oleh George P. Fletcher, seorang profesor hukum di Universitas Columbia

Foto : George P. Fletcher

George P. Fletcher adalah seorang profesor hukum di Universitas Columbia dan dikenal sebagai salah satu pemikir terkemuka dalam bidang hukum pidana. Salah satu karyanya yang terkenal adalah buku berjudul "Rethinking Criminal Law" yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1978.

Dalam buku tersebut, Fletcher mengajukan beberapa gagasan baru mengenai hukum pidana, termasuk tiga teori terkait alasan penghapusan pidana. Ketiga teori tersebut adalah:

a. Theory of pointless punishment

Adalah teori yang memandang bahwa pemberian pidana harus memiliki tujuan yang jelas dan tidak boleh menjadi sebuah hukuman yang tidak bermakna. Teori ini didasarkan pada teori manfaat dari hukuman, yang mengemukakan bahwa hukuman haruslah bermanfaat. Menurut teori ini, tidak ada gunanya menjatuhkan pidana pada orang yang gila atau orang yang menderita sakit jiwa.

Teori ini berasal dari ajaran Jeremy Bentham yang menyatakan bahwa pemidanaan haruslah bermanfaat. Ada tiga manfaat yang harus dipertimbangkan dalam pemberian pidana, yaitu meningkatkan perbaikan diri pada pelaku, menghilangkan kemampuan untuk melakukan kejahatan, dan memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan. Bentham juga menyatakan bahwa pidana sama sekali tidak memiliki nilai pembenaran apapun jika semata-mata dijatuhkan untuk menambah lebih banyak penderitaan atau kerugian pada masyarakat.

Menurut teori ini, tidak ada gunanya menjatuhkan pidana kepada orang yang tidak menyadari atau tidak mengerti apa yang diperbuatnya, seperti orang gila atau orang yang menderita sakit jiwa atau cacat dalam tubuhnya. Pelaku yang demikian tidak mampu mengakui perbuatannya dan tidak dapat mencegah terjadinya perbuatan yang dilarang, sehingga penjatuhan pidana kepada orang yang demikian tidak akan memberikan manfaat sedikitpun, justru akan melukai rasa keadilan masyarakat.

Sebagai contoh, jika seorang gila yang berada di tengah keramaian melempari orang-orang di sekelilingnya dengan batu sehingga beberapa orang mengalami luka-luka, maka orang gila tersebut tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban yang membawa konsekuensi tidak dapat dipidana. Kalaupun orang gila tersebut dijatuhi pidana, maka tidak akan memberikan manfaat sedikitpun bagi pelaku atau masyarakat. Oleh karena itu, teori ini menekankan pentingnya mempertimbangkan konteks situasi dalam penjatuhan pidana, serta memperhatikan berbagai aspek yang terkait dengan kepentingan masyarakat dan korban.

b. Theory of lesser evils

adalah sebuah teori alasan penghapusan pidana yang mempertimbangkan pilihan objektif dalam melindungi kepentingan hukum atau kewajiban hukum yang timbul dari dua keadaan atau situasi yang sama-sama menyimpang dari aturan. Teori ini menyatakan bahwa suatu perbuatan dapat dibenarkan jika perbuatan tersebut dilakukan untuk mengamankan kepentingan yang lebih besar atau untuk menghindari bahaya atau ancaman yang lebih besar dari sekedar pelanggaran aturan.

Dalam teori ini, pelaku harus memilih salah satu dari dua perbuatan yang sama-sama menyimpang dari aturan, dan perbuatan yang dipilih adalah perbuatan yang peringkat kejahatannya lebih ringan. Misalnya, mobil pemadam kebakaran yang melanggar batas kecepatan maksimum dan rambu-rambu lalu lintas untuk segera memadamkan api kebakaran, karena kepentingan memadamkan api dan menyelamatkan nyawa dan harta benda lebih besar daripada pelanggaran tersebut.

Teori ini lebih mempertimbangkan dampak dari suatu perbuatan pidana dan peringkat kejahatannya, serta mengakui bahwa terkadang pelanggaran aturan dapat dibenarkan jika itu dilakukan untuk menghindari bahaya yang lebih besar atau untuk memenuhi kepentingan yang lebih penting. Dengan demikian, dalam situasi tertentu, pidana dapat dihapuskan jika perbuatan tersebut dilakukan untuk mengamankan kepentingan yang lebih besar atau untuk menghindari bahaya yang lebih besar.

c. Theory of necessary defense

Teori pembelaan yang diperlukan atau necessary defense adalah sebuah teori yang mengizinkan seseorang menggunakan kekuatan atau kekerasan sebagai bentuk pembelaan diri dalam situasi tertentu. Dalam teori ini, penggunaan kekuatan haruslah sebanding dengan serangan yang diterima, dan pelaku memiliki kewajiban untuk menghindari serangan tersebut jika memungkinkan.

Selain itu, teori ini juga mengakui hak pihak ketiga untuk campur tangan dalam situasi tersebut, serta membolehkan pelaku untuk melawan untuk membebaskan diri dari serangan yang sedang terjadi.

Dalam konteks hukum pidana, alasan pembelaan yang diperlukan dapat digunakan sebagai alasan pemaaf atau justifikasi dalam kasus-kasus tertentu. Namun demikian, penggunaan kekerasan dalam situasi pembelaan diri haruslah terukur dan proporsional, serta harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh hukum.

Dalam Memorie van Toelichting alasan tidak dapat dipertanggungjawabkan pidana kepada pelaku dibedakan menjadi dua.

  1. Alasan yang berada di dalam diri pelaku (inwendige orrzaken van ontoerekenbaarheid) sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 44 KUHP perihal kemampuan bertanggungjawab yang dirumuskan secara negatif.
  2. Alasan yang berada di luar diri pelaku (uitwendige oorzaken van ontoerekenbaarheid) sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 48 sampai Pasal 51 KUHP.

Demikian ketiga teori alasan penghapusan pidana yang dikemukakan oleh George P. Fletcher, semoga bermanfaat.


Referensi : Fitri Wahyuni, 2017 Dasar-Dasar Hukum Pidana, Tanggerang Selatan: PT Nusantara Persada Utama.

Baca Juga