Adagium Hukum Umum yang Sering Menjadi Pertimbangan Putusan Hakim

Salah satu yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam memutus suatu perkara adalah Adagium Hukum, hal itu dilakukan dalam mencapai suatu keadilan
Foto: Ilustrasi Adagium hukum dalam pertimbangan seorang Hakim

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adagium didefinisikan sebagai pepatah atau peribahasa. Dalam konteks ini, dapat disimpulkan bahwa adagium memiliki arti yang serupa dengan ungkapan, pernyataan, dan peribahasa.

Dalam ranah hukum, terdapat berbagai adagium hukum yang terkenal, termasuk adagium hukum yang berkaitan dengan cinta, tata negara, serta adagium kehidupan yang memiliki keterkaitan dengan aspek hukum.

Salah satu adagium yang sangat terkenal adalah pernyataan hukum yang menyatakan "Lebih Baik Membebaskan Seribu Orang yang Bersalah Daripada Menghukum Satu Orang yang Tidak Bersalah".
Adagium yang disebutkan sebelumnya merupakan sebuah tafsiran atau pernyataan yang sering dikaitkan dengan asas hukum In Dubio Pro Reo. Dalam penerapannya di Indonesia, asas ini sering digunakan oleh Mahkamah Agung (MA) dalam memutuskan sebuah perkara.

Salah satu contoh penerapan asas In Dubio Pro Reo tersebut terdapat dalam Putusan MA No. 33 K/MIL/2009. Dalam pertimbangannya, disebutkan bahwa jika terdapat keraguan apakah terdakwa bersalah atau tidak, maka langkah yang sebaiknya diambil adalah memberikan keuntungan kepada terdakwa, yaitu dengan membebaskannya dari dakwaan. Prinsip ini sejalan dengan asas In Dubio Pro Reo.

Selanjutnya, terdapat Adagium hukum umum yang sering digunakan dalam penerapan hukum baik di Nasional (Indonesia) maupun Internasional (Luar Negeri):
  1. Absolute sentienfia expositore non indiget
    Sebuah dalil yang sederhana tidak membutuhkan penjelasan lebih lanjut.
  2. Audi et alteram partem
    Para pihak harus didengar. Apabila persidangan dimulai, hakim harus mendengar dari kedua belah pihak yang bersengketa, bukan hanya dari satu pihak saja.
  3. Binding force of precedent
    Kekuatan mengikatnya suatu putusan, asas bahwa hakim terikat pada putusan-putusan sejenis terdahulu.
  4. Domiunt aliquando leges, nunquam moriuntur
    Hukum terkadang tidur, tapi hukum tidak pernah mati.
  5. Equality before the law
    Perlakuan yang sama di hadapan hukum.
  6. Ex aquo et Bono
    Apabila hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya.
  7. Facta Sunt Potentiora Verbis
    Perbuatan atau fakta lebih kuat dari kata-kata.
  8. Fiat justitia ruat coelum
    Sekalipun esok langit akan runtuh, meski dunia akan musnah, atau walaupun harus mengorbankan kebaikan, keadilan harus tetap ditegakkan.
  9. Frustra legis auxilium quareit qui in legem committit
    Sia-sia bagi seseorang yang menentang hukum tapi dia sendiri meminta bantuan hukum.
  10. Ignorantia Excusatur Non Juris Sed Facti
    Ketidaktahuan akan fakta-fakta dapat dimaafkan, tapi tidak demikian halnya ketidaktahuan akan hukum.
  11. In dubio pro reo
    Dalam keragu-raguan diberlakukan ketentuan yang paling menguntungkan bagi si terdakwa.
  12. Ius curia novit
    Seorang hakim dianggap tahu akan hukumnya.
  13. Judex set lex laguens
    Hakim ialah hukum yang berbicara.
  14. Judicia poxteriora sunt in lege fortiora
    Keputusan terakhir ialah yang terkuat di mata hukum.
  15. Justitiae non est neganda, non differenda
    Keadilan tidak dapat disangkal atau ditunda.
  16. Justitia est ius suun luiquie tribuere
    Keadilan adalah memberikan setiap orang apa yang menjadi haknya.
  17. Lex nemini operatur iniquum, neminini facit injuriam
    Hukum tidak memberikan ketidakadilan kepada siapapun dan tidak melakukan kesalahan kepada siapapun.
  18. Lex Semper Dabit Remedium
    Hukum selalu memberi obat.
  19. Lex specialis derogat leg generali
    Hukum yang spesifik harus didahulukan daripada hukum yang umum.
  20. Lex superior derogat legi inferiori
    Hukum yang lebih tinggi menyampingkan undang-undang yang lebih rendah tingkatannya.
  21. Longa et inveterata consuetudo
    Suatu rangkaian perbuatan yang berlangsung untuk beberapa waktu lamanya sebagai syarat terjadinya hukum kebiasaan.
  22. Ne bis in idem
    Perkara sama dan sejenis tidak boleh disidangkan untuk yang kedua kalinya.
  23. Nemo judex sine actore
    Tidak ada tuntutan, maka tidak ada hakim.
  24. Nemo judex in causa sua
    Hakim tidak boleh mengatur/mengadili dirinya sendiri.
  25. Ne ultra petita
    Hakim tidak boleh mengabulkan lebih dari yang dituntut.
  26. Presumptio iures de iure
    Semua orang dianggap tahu hukum. Dikenal juga sebagai asas fiksi hukum.
  27. Resjudicata proveri tate habetur
    Setiap putusan hakim atau pengadilan adalah sah, kecuali dibatalkan oleh pengadilan yang lebih tinggi.
  28. Summum ius summa injuria
    Keadilan tertinggi dapat berarti ketidakadilan tertinggi.
  29. Testimonium de auditu
    Kesaksian yang didengar dari orang lain.
  30. Ubi societas ibi ius
    Di mana ada masyarakat, di sana ada hukum.
  31. Vox populi vox dei
    Suara rakyat adalah suara Tuhan.
Dalam konteks hukum, adagium-adagium tersebut sering digunakan sebagai panduan atau pedoman bagi hakim dan praktisi hukum dalam mengambil keputusan atau membuat argumentasi hukum. Penggunaan adagium hukum yang tepat dan relevan dapat membantu dalam mencapai keadilan dan ketertiban hukum yang diinginkan.

Namun, perlu dicatat bahwa penggunaan adagium hukum harus dilihat dalam konteks keseluruhan hukum yang berlaku dan tidak boleh dipahami secara terpisah atau terlalu dogmatis. Hakim dan praktisi hukum juga perlu mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti fakta-fakta perkara, asas hukum yang lebih luas, dan tujuan keadilan yang ingin dicapai dalam pengambilan keputusan hukum.


REFERENSI:
  1. Tim Hukumonline, “91 Adagium Hukum Terkenal yang Wajib Dipahami Anak Hukum”, https://www.hukumonline.com/berita/a/adagium-hukum-lt619387d0b9e9c/?page=all, diakses pada tanggal 23 Juni 2023.
  2. Rifai Hadi, “50+ Adagium Hukum Paling Populer Sepanjang Masa”, https://www.rifaihadi.com/50-adagium-hukum-paling-populer-sepanjang-masa/, diakses pada tanggal 23 Juni 2023.

Baca Juga