Analisis Dampak Politik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Politik sangat berdampak sekali pada sistem pemerintahan daerah, pemerintahan dikendalikan lewat politik
Foto: Ilustrasi Dampak Politik terhadap Pemerintahan Daerah
 

Analisis Dampak Politik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

A. POLITIK

Politik secara harfiah atau etimologi berasal dari bahasa belanda politiek dan bahasa Politics, yang masing-masing bersumber dari bahasa Yunani Politika yang artinya sesuatu yang berhubungan dengan Negara dengan akar katanya polites (artinya warga negara) dan polis (artinya Negara/kota). Dalam negara kota di zaman Yunani, orang saling berinteraksi guna mencapai kesejahteraan (kebaikan, menurut Aristoteles) dalam hidupnya. Istilah politik yang berkembang di Yunani kala itu ditafsirkan sebagai suatu proses interaksi atau hubungan antara individu dengan individu lainnya demi mencapai kebaikan bersama. Kemudian kata ini berpengaruh ke wilayah Romawi sehingga bangsa tersebut memiliki istilah ar politica yang berarti kemahiran tentang masalah kenegaraan. 

Sedangkan politik secara arti terminologis dapat diartikan sebagai usaha untuk memperoleh kekuasaan, memperbesar atau memperluas serta mempertahankan kekuasaan. Politik juga merupakan satu rangkaian tujuan yang hendak dicapai atau cara dan arah kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan tertentu sehingga dalam pelaksanaanya, politik seringkali tidak dapat dipisahkan dari yang namanya kebijakan (policy). 

Menurut Teori klasik Aristoteles mengemukakan bahwa, Politik merupakan sebuah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama. meskipun demikian, definisi politik hasil teori klaik Aristoteles tersebut belum mampu memberikan tekanan terhadap upaya-upaya kongkrit dalam mencapai masyarakat politik yang baik. Meskipun diakui atau tidak, perkembangan pemikiran tentang politik kontemporer juga pastinya tidak terlepas dari pemikiran atau teori politik yang dikemukakan oleh filsuf seperti aristoteles dan plato.

Umumnya, Politik dapat diartikan sebagai gagasan, sikap dan perilaku warga negara yang dilakukan secara teroganisir dan bersama-sama dengan tujuan untuk mempengaruhi kebijakan suatu negara (Kebijakan Publik). Sebagaimana interpretasi tersebut, Sistem dan praktik politik dalam banyak sejarah perkembangan kenegaraan dinyatakan sebagai salah satu hal yang paling berpengaruh dalam perkembangan kemajuan suatu negara. Baik dari sektor kebijakan, pembangunan maupun pelayanan publik.

Sistem politik memberi jalan sekaligus ruang bagi tumbuh kembangnya peran-peran komponen-komponen bangsa dalam mendinamisir pencapaian tujuan Nasional. Ketercapaian tujuan kebangsaan dan seberapa efektif perjalanan bangsa, hidup dan mekar dalam jalinan system politik yang dianut.

Dalam perkembangannya, hampir mayoritas ilmuan politik menginterpretasikan politik sebagai suatu hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan Negara. Politik juga dapat diartikan sebagai kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan dilingkungan masyarakat. Seperti yang didefinisikan oleh Gabriel A. Almond yang mengatakan bahwa politik merupakan kegiatan yang berhubungan dengan kendali pembuatan keputusan publik dalam masyarakat tertentu dan dalam wilayah tertentu, dimana kendali atas politik ini disokong oleh instrumen yang otoritatif dan koersif. Maka dengan demikian, politik sangat erat kaitannya dengan proses pembuatan keputusan publik sehingga penekanan terhadap penggunaan instrumen otoritatif dan koersif dalam pembuatannya pasti berkaitan dengan siapa yang berwenang, bagaimana cara menggunakan kewenangannya dan apa tujuan dari suatu keputusan yang sedang dan akan dibuat atau disepakati.

Selain Almond, Andrew Heywood juga memberikan interpretasi tentang politik. Menurutnya, politik adalah kegiatan suatu bangsa yang bertujuan untuk membuat, mempertahankan dan mengamandemen peraturan-peraturan umum yang mengatur kehidupannya, yang berarti tidak dapat terlepas dari gejala konflik dan kerjasama. Artinya, secara tersirat Heywood mengungkapkan bahwa masyarakat politik dalam proses interaksi pembuatan keputusan publik juga tidak terlepas dari konflik yang terjadi antara individu dengan individu maupun konflik antara individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok yang lainnya. Dengan kata lain, masing-masing individu dan kelompok memiliki keterkaitan atau saling mempengaruhi agar suatu keputusan publik yang sedang dan akan disepakati sesuai dengan kepentingannya. Dalam perkembangannya, politik seringkali didominasi oleh sekumpulan tokoh yang kemudian menganggap politik sebagai sebuah cara atau strategi untuk memperoleh atau mempertahankan kekuasaan. 

B. MANAJEMEN PUBLIK

Secara umum manajemen publik dianggap sebagai cabang keilmuan administrasi publik yang membahas tentang struktur dan restrukturisasi organisasi/lembaga pemerintahan, sistem penganggaran, manajemen sumberdaya alam berikut sumberdaya manusianya serta evaluasi program atau kegiatan yang ada dalam organisasi atau lembaga tertentu. Secara konsep, situasi dan kondisi lingkungan lembaga atau organisasi sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan dan efisiensi fungsi manajemen publik.

Menurut Nor Ghofur (2014) Mengartikan bahwa manajemen publik adalah manajemen pemerintah, yang artinya manajemen publik juga bermaksud untuk melakukan perencanaan, pengorganisasian, pengontrolan terhadap pelayanan kepada masyarakat.
Manajemen Publik Menurut Shafritz dan Russel (dalam Kebab, 2008:93) diartikan sebagai upaya seseorang untuk bertanggungjawab dalam menjalankan suatu organisasi, dan pemanfaatan sumber daya (orang dan mesin) guna mencapai tujuan organisasi.

Menurut Overman dalam Keban (2004:85) mengemukakan bahwa manajemen publik bukanlah scientific manajement, meskipun sangat dipengaruhi oleh scientific manajement. Manajemen publik bukanlah policy analysis, bukanlah juga administrasi publik, merefleksikan tekanan-tekanan antara orientasi politik kebijakan di pihak lain. Manajemen publik adalah suatu studi interdisipliner dari aspek-aspek umum organisasi, dan merupakan gabungan antara fungsi manajemen seperti planning, organizing dan controlling satu sisi, dengan SDM, keuangan, fisik, informasi dan politik disisi lain.

Dalam perkembangannya manajemen publik kerap kali dianggap sebagai sebuah pendekatan dalam menjalankan kegiatan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi publik/pemerintahan baik pada level pusat maupun daerah. Manajemen publik menitikberatkan pada anggapan bahwa manajemen yang dilakukan sektor bisnis lebih unggul dari pada manajemen yang selama ini diselenggarakan oleh birokrasi sehingga perlu diganti. Sehingga pada akhirnya pada tahun 1990an setelah Christopher Hood pertama kali menggunakan istilah The New Public Manajemen, yang tertuang dalam tulisannya pada tahun 2003. Paradigma ini kemudian berkembang lagi menjadi The New Public Service.

C. PEMERINTAHAN DAERAH

Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintah daerah dipimpin oleh seorang kepala daerah dan wakil kepala daerah (Gubernur dan Wakil serta bupati/walikota beserta wakilnya) dipilih melalui proses pemilihan langsung.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan di suatu daerah, baik itu provinsi ataupun kabupaten/kota, tidak dapat menegaskan adanya organisasi pemerintahan daerah. 

Karena dengan organisasi pemerintahan daerah, proses penyelenggaraan pemerintahan, baik itu kaitannya dengan pembuatan kebijakan dan pelaksanaannya, maupun peningkatan kinerja pelayanan publik akan dapat mencapai efisiensi dalam pelaksanaannya, serta dapat mencapai tujuan utama (main orientation) keberadaan pemerintahan (Negara).
Menurut Stewart organisasi pemerintahan daerah (yang sekarang disebut Organisasi Perangkat Daerah) menjadi multi purpose organization (Stewart and Clarke, 1988: 3). Dalam praktiknya, pemerintahan daerah sebagai organisasi kemudian membentuk dinas-dinas daerah sebagai unit operasional. 

Pembentukan dinas-dinas tersebut dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan. Pertama, disebut oleh Daft sebagai self-contained product groups (Daft, 1994: 184) dan kedua oleh Hatch disebut sebagai “multi divisional structure” (Hatch, 1997:184).
Pendekatan yang dikemukakan oleh Daft dan Hatch disebut sebagai functional structure. Kedua pendekatan ini digunakan untuk membedakan berbagai bentuk dinas yang ada pada setiap organisasi pemerintahan daerah sesuai dengan karakteristik masing-masing. Karakteristik tersebut dapat dicermati dari setiap dinas dalam melakukan pelayanan.

Selanjutnya Graham Jr dan Hays mengemukakan bentuk bentuk umum organisasi pemerintahan daerah, khususnya untuk wilayah perkotaan dengan 3 (tiga) macam yaitu sebagai berikut:
  1. Walikota dengan posisi yang lemah (weak major),
  2. Walikota dengan posisi yang kuat (strong major) dan
  3. Bentuk manajer kota (council manager).
Dilihat dari aspek kelembagaan, sebagian fungsi-fungsi Pemerintah Daerah dilembagakan dalam bentuk dinas-dinas sebagai unit-unit pelaksana. Namun, sampai sekarang belum ada kriteria yang jelas yang dapat dipakai sebagai pedoman untuk melembagakan suatu fungsi ke dalam dinas di luar aspek legalitas. Akibatnya, tidak ada keseragaman mengenai jenis dan jumlah dinas yang ada antar daerah yang relatif sama.

Di samping itu, terjadi kecenderungan pemekaran kelembagaan dengan alasan peningkatan pelayanan masyarakat. Berdasarkan dari berbagai hasil penelitian, ternyata banyak terjadi proliferasi yang kurang efisien. Akibatnya, struktur bukan lagi merupakan akomodasi fungsi, tetapi lebih merupakan akomodasi terhadap birokrat. Struktur kelembagaan yang bertingkat-tingkat telah memperpanjang rantai birokrasi sehingga memperlambat pelayanan. 
Misalnya, birokrasi rendahan akan disibukkan dengan urusan laporan dan rapat dengan birokrasi atasan, sedangkan pelayanan kepada masyarakat itu sendiri kurang mendapat prioritas. Di sisi lain, belum tentu semua fungsi-fungsi pemerintahan telah dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah (misalnya, tidak semua kota mempunyai unit pemadam kebakaran). Selain itu, belum tentu juga fungsi-fungsi yang telah dilembagakan menunjukkan efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan.

Sisi lain yang juga menonjol dari Pemerintah Daerah dewasa ini, dilihat dari aspek kelembagaan adalah kurang sesuainya otonomi dan kelembagaan yang ada pada Pemerintah Daerah dengan realitas pelaksanaan tugas-tugas yang dilakukan. Sampai saat ini belum ada pembedaan yang substansial dalam hal kelembagaan dan isi otonomi antara kota raya, besar, menengah dan kecil. Tiadanya klasifikasi telah mengakibatkan pengaturan yang kurang sesuai antara besaran daerah/kota dengan isi otonominya dan bentuk sertanya kelembagaan. Pendekatannya cenderung mengarah pada penyeragaman yang jelas kurang akomodatif dengan kenyataan yang ada dan pada gilirannya mengakibatkan kurang efisiennya pengelolaan daerah/kota dan sering aparat Pemerintah Daerah/Kota dihadapkan pada kevakuman Landasan hukum untuk bertindak (Graham Jr and Hays, 1991: 11).

Analisis terhadap beban atas dasar perhitungan intensitas dan ekstensitas pelayanan masyarakat yang diberikan oleh Pemerintah Daerah di masa sekarang dan antisipasinya di masa depan merupakan pertimbangan utama dalam penentuan kelembagaannya. Optimalisasi kelembagaan Pemerintah Daerah akan mengoptimalkan pula overhead cost penyelenggaraan urusan-urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah tersebut. Sehubungan dengan makin meningkatnya share pihak swasta di masa depan dalam pembiayaan pembangunan, maka pendekatan birokrasi yang streamline akan merupakan pilihan yang tepat untuk mengantisipasi peran birokrasi pemerintahan masa depan yang akan lebih dituntut berperan sebagai pengarah dibandingkan sebagai pemberi pelayanan langsung (service provider/rowing).

Strategi pengembangan institusi yang perlu mendapat prioritas untuk diperkuat adalah dinas-dinas yang berkaitan dengan pelayanan publik. Walaupun unit-unit di sekretariat Pemda, Kecamatan, Kelurahan perlu juga ditingkatkan, namun unit-unit yang merupakan perwakilan/cabang dari dinas-dinas hendaknya mendapat prioritas (Graham Jr and Hays, 1991: 12).
Keberadaan organisasi pemerintah tetap masih sangat dibutuhkan masyarakat, karena organisasi pemerintah bertujuan melayani kepentingan publik yang pada hakekatnya menyangkut eksternalitas yang tidak disediakan oleh organisasi swasta. Oleh karena itu, organisasi Pemerintah lebih bersifat mengatur regulasi, mandat dan pengendalian dalam rangka melindungi kepentingan masyarakat. Sebagaimana dikatakan oleh Hughes dalam Amri Yousa (1994) menjelaskan bahwa organisasi Pemerintah diperlukan memenuhi kepentingan masyarakat dan mempertanggungjawabkannya.

Penyelenggaraan pemerintahan daerah seperti diamanatkan UU No. 22 Tahun 1999 yang telah direvisi dengan UU No. 32 Tahun 2004, 10 tahun kemudian dirubah dengan UU No. 23 Tahun 2014, dan dirubah kembali menjadi PERPU No. 2 Tahun 2014 dan terakhir dirubah dengan UU No. 2 Tahun 2015 merupakan perubahan paradigma manajemen pemerintahan birokrasi yang berorientasi kepada efisiensi dan efektivitas. Penyelenggaraan birokrasi Pemerintah perlu diarahkan kepada prinsip mewujudkan good governance dengan berorientasi kepada 3 (tiga) pendekatan yaitu efisiensi, ekonomi dan pemerataan Manajemen Pemerintah yang sentralistik beralih kepada manajemen birokrasi yang desentralistik merupakan perubahan yang memerlukan pemikiran dan pengkajian yang mendalam dan komprehensif.

D. POLITIK DAN PEMERINTAHAN DAERAH

Sebagaimana tersebut dalam beberapa deskripsi tentang politik dan pemerintahan daerah diatas, terdapat hubungan saling ketergantungan antar keduanya. Karena dalam pemerintahan daerah terdapat birokrasi organisasi pemerintah daerah yang dalam proses pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan sangat bergantung pada dinamika dan perubahan sosial dalam proses politik, gejolak politik dan sistem politik yang ada. Begitupun sebaliknya, politik dianggap sebagai salah satu upaya warga negara untuk membuat suatu keputusan publik, yang dalam pelaksanaannya sangat memerlukan pemerintahan daerah (manajemen publik). Selain itu, produk keputusan publik tersebut juga seringkali disebut sebagai kebijakan publik (public policy) dan pelayanan publik (public service).

Indonesia memilih sistem politik demokrasi yang kemudian diejawantahkan kedalam kontitusi negara dengan harapan dapat mencapai tujuan kebangsaan itu sendiri. Namun demikian, pemahaman akan sistem politik demokrasi yang dianut selama era orde baru yaitu model musyawarah mufakat, berbeda dengan demokratisasi langsung di era reformasi. Perbedaan itu, telah membuat dinamika tersendiri dalam praktek politik nasional (terkait hubungan pusat dan daerah). Perbedaan pandangan tentang sistem politik demokrasi tersebut telah memberikan dampak dalam mekanisme dan proses pemerintahan daerah khususnya dalam proses pengambilan keputusan yang cenderung berorientasi politik praktis.

Di Indonesia sendiri, Kebijakan publik pada setiap Era atau Rezim sangat beragam. Seperti yang terjadi pada Rezim Orde Baru misalnya, pada rezim ini kinerja penyelenggaraan pemerintahan, utamanya pada sektor pelayanan publik terkesan kurang efisien, karena kebijakan yang diterapkan pada rezim ini terkesan kaku, seperti kurang bahkan tidak memberikan kebebasan masyarakat untuk menjadi masyarakat politik (polity) yang partisipatif dan demokratis serta mengurangi kebebasan berpendapat (top down).
Sementara itu pada pasca Reformasi 1998 hingga saat ini, peluang masyarakat di daerah-daerah di Indonesia untuk menjadi masyarakat politik yang partisipatif dan demokratis mulai nampak dengan dibukanya kran kebebasan berpendapat, sehingga kebijakan publik yang dihasilkan dalam era ini menjadi lebih stabil, artinya masyarakat melalui berbagai mekanisme penyusunan keputusan atau kebijakan publik dapat berpartisipasi secara aktif demi tercapainya kebijakan yang merata (bottom up).

Berdasar pada perspektif diatas, akibat yang ditimbulkan oleh dinamika proses politik kemudian dengan jelas memberikan pengaruh atau dampak kepada keberlangsungan manajemen publik yang dalam hal ini dimaksudkan kepada proses pelaksanaan pemerintahan daerah.


REFERENSI:
  1. Imam, Hidajat., Teori-Teori Politik, Setara press, Malang, 2009.
  2. Seta, Basri., Pengantar Ilmu Politik, Indie Book Corner, Yogyakarta, 2011.
  3. Miriam, Budiandjo., Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2007.
  4. Kadir, Abdul., Studi Pemerintahan Daerah dan Pelayanan Publik. CV. Dharma Persada Dharmasraya. 2017.
  5. PP No. 6 Tahun 2008 Tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

Baca Juga