Definisi Open Legal Policy dan Penggunaannya dalam Konteks Hukum
Foto: Open Legal Policy / diedit |
Istilah Open Legal Policy sering muncul dalam
putusan Mahkamah Konstitusi dan mengacu pada konsep kebijakan hukum terbuka.
Mahkamah Konstitusi pertama kali menggunakan konsep ini dalam Putusan MK No.
010/PUU-III/2005. Open Legal Policy secara harfiah berarti kebijakan hukum yang
bersifat terbuka.
Menurut Radita Ajie, terkadang konstitusi
tidak secara spesifik dan eksplisit mengatur dasar konstitusional dari
kebijakan publik yang menjadi dasar untuk memilih kebijakan hukum yang terbuka
(open legal policy). Ini memberi wewenang kepada pembuat undang-undang untuk
menguraikan lebih lanjut dalam undang-undang mengenai dasar kebijakan hukum
tersebut.
Konsep open legal policy atau kebijakan hukum
terbuka ini relatif baru dan belum terkenal dalam bidang ilmu hukum sebelumnya.
Dalam ilmu kebijakan publik, istilah kebijakan (policy) telah mencakup makna
bebas atau terbuka, karena kebijakan selalu merujuk pada keleluasaan pejabat
atau pihak yang berwenang untuk mengambil tindakan tertentu yang belum diatur
dengan jelas dalam peraturan perundang-undangan.
Dengan demikian, "kebijakan hukum"
dapat diartikan sebagai tindakan pembentuk undang-undang dalam menentukan
subjek, objek, perbuatan, peristiwa, dan/atau akibat yang akan diatur dalam
peraturan perundang-undangan. Sedangkan kata "terbuka" dalam istilah
kebijakan hukum terbuka mengacu pada kebebasan pembentuk undang-undang untuk
mengambil kebijakan hukum.
Berdasarkan penjelasan tersebut, definisi
kebijakan hukum terbuka sebagaimana
di ungkapkan oleh Mardian Wibowo, adalah sebagai berikut:
ketika UUD 1945 memberikan mandat kepada pembentuk undang-undang untuk mengatur
suatu materi lebih lanjut, namun tidak memberikan batasan pengaturan materi
tersebut; atau ketika UUD 1945 tidak memberikan mandat kepada pembentuk
undang-undang untuk mengatur suatu materi lebih lanjut.
Dalam pandangan Mahkamah Konstitusi, open
legal policy adalah kebijakan mengenai ketentuan dalam pasal tertentu dalam
undang-undang yang merupakan kewenangan pembentuk undang-undang.
Secara umum, suatu kebijakan pembentukan undang-undang dapat dikatakan bersifat terbuka atau open legal policy jika UUD 1945 atau konstitusi sebagai norma hukum tertinggi di Indonesia tidak mengatur atau tidak memberikan batasan yang jelas tentang apa dan bagaimana materi tertentu harus diatur dalam undang-undang.
Referensi:
- Iwan Satriawan dan Tanto Lailam, “Open Legal Policy dalam Putusan Mahkamah Konstitusi dan Pembentukan Undang-Undang”, Jurnal Konstitusi, Vol. 16, No. 3, (September 2019).
- Mardian Wibowo, “Menakar Konstitusionalitas sebuah Kebijakan Hukum Terbuka dalam Pengujian Undang-Undang”, Jurnal Konstitusi, Vol. 12, No. 2, (Juni 2015)
- Radita Ajie, “Batasan Pilihan Kebijakan Pembentuk Undang-Undang (Open Legal Policy) dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Berdasarkan Tafsir Putusan Mahkamah Konstitusi”, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 13, No. 02, (Juni 2016).