Jenis-jenis Korupsi : Pengelompokan dan Kategori Tindak Pidana Korupsi yang Penting Dipahami

Tindak Pidana Korupsi memang merajalela tidak hanya pada ruang lingkup nasional namun juga mengakar pada pemerintahan di daerah
Foto: Ilustrasi Tindak Pidana Korupsi

Konsep korupsi memiliki banyak definisi yang berkembang, tergantung dari perspektif yang digunakan untuk melihatnya.

Pertama, dari segi etimologi. Kata "korupsi" berasal dari Bahasa Latin, corruptio. Kata tersebut memiliki kata kerja corrumpere yang memiliki makna busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, atau menyogok. Menurut penulis Andi Hamzah dalam bukunya "Pemberantasan Korupsi," dari Bahasa Latin tersebut, kata korupsi menyebar ke berbagai bahasa di Eropa, seperti Bahasa Inggris (corruption, corrupt), Bahasa Prancis (corruption), dan Bahasa Belanda (corruptie, korruptie). Dari Bahasa Belanda, kata tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai "korupsi".

Kedua, definisi menurut Transparency International (TI). Menurut TI, korupsi adalah perilaku yang dilakukan oleh pejabat publik, politikus, atau pegawai negeri, yang dengan cara yang tidak wajar dan melanggar hukum, memperkaya diri sendiri atau orang-orang yang memiliki hubungan dekat dengan mereka, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.

Ketiga, definisi menurut hukum di Indonesia. Berdasarkan 30 pasal dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, korupsi dapat dikategorikan ke dalam 7 jenis. Jenis-jenis korupsi tersebut mencakup kerugian keuangan negara, penyuapan, pemerasan, penggelapan dalam jabatan, kecurangan, benturan kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa, serta gratifikasi.

Namun, dalam perspektif hukum, definisi korupsi telah dijelaskan dengan lebih rinci dalam 13 pasal Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan dalam 30 bentuk atau jenis tindak pidana korupsi (tipikor).

Pengelompokan tindak pidana korupsi sangat beragam, mencakup korupsi dalam skala kecil (petty corruption) hingga korupsi dalam skala besar (grand corruption). Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, awalnya korupsi dikelompokkan menjadi 30 jenis tindak pidana korupsi, antara lain:
  1. Menyuap pegawai negeri;
  2. Memberi hadiah kepada pegawai negeri karena jabatannya;
  3. Pegawai negeri menerima suap;
  4. Pegawai negeri menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatannya;
  5. Menyuap hakim;
  6. Menyuap advokat;
  7. Hakim dan advokat menerima suap;
  8. Hakim menerima suap;
  9. Advokat menerima suap;
  10. Pegawai negeri menggelapkan uang atau membiarkan penggelapan;
  11. Pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi;
  12. Pegawai negeri merusakan bukti;
  13. Pegawai negeri membiarkan orang lain merusakkan bukti;
  14. Pegawai negeri membantu orang lain merusakkan bukti;
  15. Pegawai negeri memeras;
  16. Pegawai negeri memeras pegawai negeri yang lain;
  17. Pemborong membuat curang;
  18. Pengawas proyek membiarkan perbuatan curang;
  19. Rekanan TNI/Polri berbuat curang;
  20. Pengawas rekanan TNI/Polri berbuat curang;
  21. Penerima barang TNI/Polri membiarkan perbuatan curang;
  22. Pegawai negeri menyerobot tanah negara sehingga merugikan orang lain;
  23. Pegawai negeri turut serta dalam pengadaan yang diurusnya;
  24. Pegawai negeri menerima gratifikasi dan tidak melaporkan ke KPK;
  25. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi;
  26. Tersangka tidak memberikan keterangan mengenai kekayaan;
  27. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka;
  28. Saksi atau ahli yang tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan palsu;
  29. Seseorang yang memegang rahasia jabatan, namun tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan palsu;
  30. Saksi yang membuka identitas pelapor.
Dari ketiga puluh bentuk atau jenis korupsi yang ada, akhirnya dapat dikelompokkan menjadi tujuh kategori utama, salah satunya adalah pemerasan sebagaimana disebutkan pada awal tulisan. Berikut adalah tujuh kategori atau jenis tindak pidana korupsi secara lengkap:

1. Merugikan keuangan negara
Tindakan korupsi yang mengakibatkan kerugian pada keuangan negara, misalnya penyalahgunaan dana publik atau penggelapan aset negara.

2. Suap-menyuap
Tindakan memberikan atau menerima suap dalam rangka mempengaruhi keputusan pejabat atau mengamankan keuntungan pribadi.

3. Penggelapan dalam jabatan
Tindakan korupsi yang melibatkan pegawai negeri yang menggelapkan dana atau aset yang seharusnya ditangani dalam jabatannya.

4. Pemerasan
Tindakan korupsi yang melibatkan pemaksaan atau penekanan terhadap pihak lain untuk memperoleh keuntungan pribadi atau menyalahgunakan kekuasaan.

5. Perbuatan curang
Tindakan korupsi yang mencakup manipulasi atau kecurangan dalam proses administrasi, seperti pemalsuan dokumen, pembocoran informasi, atau penghilangan bukti.

6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
Tindakan korupsi yang melibatkan adanya konflik kepentingan dalam proses pengadaan barang dan jasa yang dapat mengakibatkan penyelewengan atau penyalahgunaan wewenang.

7. Gratifikasi
Tindakan menerima hadiah atau pemberian lainnya yang diberikan kepada pejabat atau pegawai negeri sebagai imbalan atas pengaruh atau jasa yang diberikan dalam jabatannya.

Dengan adanya pengelompokan ini, memudahkan pemahaman dan penanganan kasus korupsi dengan fokus pada jenis tindakan yang dilakukan.

Dalam perspektif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terdapat sembilan nilai antikorupsi yang sebaiknya ditanamkan sejak dini. Kesembilan nilai tersebut adalah:

1. Tanggung jawab
Memiliki kesadaran dan kewajiban untuk bertanggung jawab terhadap tindakan dan keputusan yang diambil, serta mengemban tugas dengan integritas.

2. Disiplin
Memiliki kedisiplinan dalam menjalankan tugas dan menjalani kehidupan sehari-hari dengan patuh terhadap aturan dan norma yang berlaku.

3. Jujur
Bertindak secara jujur dan tidak memperdaya atau menipu orang lain, serta memiliki integritas dalam segala aspek kehidupan.

4. Sederhana
Menjauhi sikap dan perilaku yang berlebihan, hidup dengan sederhana, dan tidak tergoda oleh materi atau kekayaan yang tidak sah.

5. Kerja keras
Menunjukkan semangat dan dedikasi tinggi dalam menjalankan tugas, serta tidak malas atau mengandalkan jalan pintas dalam mencapai tujuan.

6. Mandiri
Mampu berpikir dan bertindak secara mandiri tanpa tergantung pada upaya korupsi atau campur tangan pihak lain untuk memperoleh keuntungan pribadi.

7. Adil
Memperlakukan semua orang dengan saksama, tanpa pandang bulu atau diskriminasi, serta berpegang pada prinsip keadilan dan kebenaran.

8. Berani
Berani mengungkap dan melawan tindakan korupsi, tidak takut menghadapi risiko atau tekanan dalam upaya memerangi korupsi.

9. Peduli
Mempunyai kepedulian terhadap kepentingan publik, keadilan, dan keberlanjutan masyarakat, serta siap memberikan kontribusi positif untuk melawan korupsi.

Nilai-nilai antikorupsi tersebut penting untuk dipupuk dan ditanamkan sejak dini sebagai bagian dari upaya membangun masyarakat yang bebas dari korupsi. Dengan mempraktikkan nilai-nilai ini, diharapkan individu dapat berperan aktif dalam mencegah dan melawan korupsi serta menjaga integritas dalam berbagai aspek kehidupan.


REFERENSI:
  1. Tim Spora, Kapita Selekta dan Beban Biaya Sosial Korupsi, Cet-1, Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Kedeputian Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 2015.
  2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
  3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Baca Juga