Menjaga Ruang Berekspresi: Tantangan Terkini dalam Regulasi Konten Online untuk Kebebasan Berpendapat

Menjaga ruang berekpresi adalah tanggungjawab kita semua, sebab menjaga kebebasan berpendapat adalah menjaga demokrasi
Foto: Menjaga Ruang Berekspresi

Dampak transformatif yang ditimbulkan oleh era digital terhadap komunikasi global telah membawa dunia ke dalam periode keterhubungan yang intens dan penyebaran informasi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dalam konteks evolusi digital ini, Indonesia memunculkan diri sebagai objek studi yang menarik. Sebagai negara kepulauan dengan populasi yang heterogen dan lanskap online yang berkembang pesat, Indonesia merangkum tantangan dan peluang yang melekat pada era kemajuan teknologi ini. Dengan menjamurnya berbagai platform digital, Indonesia berada pada titik temu antara inovasi dan kompleksitas, membentuk konteks unik di mana prinsip-prinsip kebebasan berekspresi harus menghadapi dinamika yang rumit dalam regulasi konten online (Dewi, 2015; Juaningsih et al., 2021; Latumahina, 2014; Prameswati et al., 2022; Yuniarti, 2019).

Perkembangan lanskap digital di Indonesia tidak hanya mencerminkan penerimaan terhadap konektivitas digital, tetapi juga menunjukkan keterlibatan proaktif negara ini dalam mengatasi sejumlah tantangan yang muncul. Indonesia berada pada titik kritis di mana potensi internet untuk memfasilitasi wacana berbenturan dengan kebutuhan untuk menanggulangi masalah seperti ujaran kebencian, penyebaran informasi yang salah, dan penyalahgunaan platform online (Eleanora, 2013; Prasada, 2022; Sulistyo & Leksono, 2018).

Apa yang sebelumnya dianggap sebagai ruang dialog terbuka tanpa hambatan berubah menjadi medan yang memiliki banyak dimensi, menuntut keseimbangan antara pelestarian kebebasan berbicara dan kebutuhan untuk mengurangi potensi risiko yang timbul dari ekspresi online yang tidak terkendali. Pada intinya, Indonesia mencerminkan kerumitan yang dihadapi oleh negara-negara global ketika mereka berusaha mengelola interaksi kompleks antara revolusi digital dan prinsip-prinsip dasar dari ekspresi demokratis (Greenleaf, 2012; Romansky & Noninska, 2020; Shrivastava et al., 2021).

Tantangan dalam Kerangka Regulasi

Keambiguitasan dalam perumusan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menjadi fokus perhatian, diidentifikasi sebagai isu signifikan yang berpotensi menciptakan ruang bagi penyalahgunaan dan penegakan hukum yang tidak objektif. Pihak ahli hukum menyoroti pentingnya formulasi pedoman yang lebih tegas untuk menghindari tindakan sewenang-wenang terhadap para pembuat konten dan pengguna.

Penegakan Hukum yang Tidak Objektif dan Pengaruh Politik

Data kualitatif menyoroti adanya contoh penegakan peraturan konten online secara selektif, dengan para pembuat konten menyuarakan kekhawatiran mereka terhadap potensi motivasi politik di balik tindakan-tindakan regulasi. Kekhawatiran serupa juga timbul mengenai dampak regulasi terhadap keberagaman suara opini, menunjukkan kebutuhan untuk menemukan keseimbangan yang tepat antara regulasi dan kebebasan politik.

Dampak pada Pembuat Konten

Pembuat konten, khususnya yang terlibat dalam diskusi politik atau sosial, melaporkan dampak konkret dari regulasi konten online. Beberapa insiden penyensoran mandiri telah tercatat, dengan para pembuat konten menyatakan kekhawatiran akan adanya tindakan balasan, yang pada akhirnya menghasilkan dampak serius terhadap keragaman suara di ruang digital. Data kualitatif menguraikan berbagai cara di mana peraturan tersebut berdampak pada kemampuan individu untuk menyatakan diri secara bebas dalam lingkungan maya.

Sebagai kesimpulan, tantangan yang berkaitan dengan kebebasan berekspresi dan regulasi konten online di Indonesia. Temuan kualitatif menyoroti kompleksitas dalam kerangka regulasi, menunjukkan kebutuhan akan kejelasan yang lebih tinggi untuk mencegah potensi penyalahgunaan. Penegakan hukum yang bersifat selektif dan potensi adanya motivasi politik menjadi perhatian utama, menggarisbawahi pentingnya memiliki mekanisme yang transparan dan akuntabel.

Dampaknya terhadap para pembuat konten, yang tergambar dengan jelas melalui pendekatan kualitatif, menyoroti perlunya mengadvokasi lingkungan yang mendorong keberagaman suara tanpa rasa takut akan pembalasan. Langkah-langkah konkret perlu diambil untuk memastikan perlindungan kebebasan berekspresi sambil memperkuat transparansi dan akuntabilitas dalam regulasi konten online di Indonesia.

 

Referensi:
  1. Dewi, S. “Privasi atas Data Pribadi: Perlindungan Hukum dan Bentuk Pengaturan di Indonesia”, Jurnal De Jure, Vol. 15, No. 2, (2015)
  2. Juaningsih, I. N., Hidayat, R. N., Aisyah, K. N., & Rusli, D. N.. “Rekonsepsi Lembaga Pengawas Terkait Perlindungan Data Pribadi Oleh Korporasi Sebagai Penegakan Hak Privasi Berdasarkan Konstitusi”, Dalam Jurnal Salam Jurnal Sosial Dan Budaya Syar-i, Vol. 8, No. 1, (2021)
  3. Latumahina, R. E. “Aspek Hukum Perlindungan Data Pribadi di Dunia Maya”, Jurnal GEMA AKTUALITA, Vol. 3, No. 2, (2014).
  4. Prameswati, V., Sari, N. A., & Nahariyanti, K. Y., “Data Pribadi Sebagai Objek Transaksi di NFT pada Platform Opensea” Jurnal Civic Hukum, Vol. 7, No. 1, (2022).
  5. Yuniarti, S. “Perlindungan Hukum Data Pribadi Di Indonesia”, Business Economic, Communication, and Social Sciences (BECOSS), Vol. 1, No. 1, (2019).
  6. Eleanora, F. N., “Korban Kejahatan Dan Keadilan Restoratif Di Indonesia”, ADIL: Jurnal Hukum, Vol. 4, No. 2, (2013).
  7. Prasada, E. A., “Perlindungan Hukum Terhadap Pengetahuan Tradisional Di Indonesia”, Jurnal Kepastian Hukum Dan Keadilan, Vol. 4, No. 1, (2022).
  8. Sulistyo, H., & Leksono, T. M., “Prinsip-Prinsip Hak Asasi Manusia Dalam Penyelesaian Perkara Pidana Yang Terkait Dengan Permasalahan-permasalahan Politik Di Indonesia”, Dinamika Hukum & Masyarakat, Vol. 1, No. 1, (2018).


Baca Juga