Mengenal 3 Model Kebijakan Publik dalam Proses Perumusan Kebijakan
![]() |
FOTO: 3 Model Kebijakan Publik dalam Proses Perumusan Kebijakan, diolah. |
Kebijakan Publik merupakan instrumen utama yang digunakan pemerintah untuk mengatur, mengarahkan, dan menjawab berbagai persoalan yang muncul di masyarakat. Dalam praktiknya, kebijakan publik tidak hanya berfungsi sebagai keputusan formal pemerintah, tetapi juga sebagai proses yang melibatkan perumusan masalah, pengambilan keputusan, hingga evaluasi terhadap hasil yang dicapai. Oleh karena itu, pemahaman terhadap model-model kebijakan publik menjadi penting sebagai kerangka analisis dalam mengkaji bagaimana kebijakan disusun, dilaksanakan, serta dievaluasi.
Di Indonesia, penerapan model-model kebijakan publik tidak terlepas dari tantangan yang khas, terutama karena adanya keragaman sosial, ekonomi, maupun budaya. Sistem pemerintahan yang menganut desentralisasi semakin memperumit proses perumusan kebijakan, sebab dibutuhkan koordinasi yang efektif antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Di samping itu, keterlibatan masyarakat dalam setiap tahapan kebijakan kini semakin dipandang sebagai faktor kunci yang menentukan keberhasilan implementasi kebijakan publik.
Model kebijakan publik hadir untuk menyederhanakan realitas yang kompleks dalam proses pengambilan keputusan. Setiap model menawarkan perspektif yang berbeda, mulai dari pendekatan rasional yang menekankan efisiensi, pendekatan inkremental yang mengutamakan perubahan bertahap, hingga model advokasi dan partisipatif yang menekankan keterlibatan aktor-aktor non-pemerintah. Keberagaman model ini menunjukkan bahwa kebijakan publik tidak dapat dipahami secara tunggal, melainkan perlu dianalisis dari berbagai sudut pandang sesuai dengan konteks sosial, politik, dan ekonomi yang melingkupinya.
Model dapat dipahami sebagai representasi sederhana dari fenomena yang kompleks dalam realitas kehidupan. Dalam kajian kebijakan publik, model yang digunakan bersifat konseptual karena berfungsi sebagai alat bantu untuk memahami dinamika kebijakan secara lebih terstruktur. Model semacam ini memiliki beberapa tujuan pokok, antara lain:
- Menjelaskan dan menyederhanakan tentang pemikiran politik dan public policy;
- Mengidentifikasikan aspek-aspek dari persoalan policy yang penting;
- Menolong seseorang untuk dapat berkomunikasi kepada orang lain dengan memusatkan pada aspek-aspek yang esensial dalam kehidupan politik;
- Mengarahkan usaha ke arah pemahaman lebih baik mengenai public policy dengan menyarankan hal-hal yang tidak penting dan yang dianggap penting;
- Menyarankan penjelasan meramalkan akibatnya dan untuk public policy.
Berikut ini 3 (tiga) pendekatan dan model politik yang digunakan dalam mengamati proses kebijakan publik.
a. Model Kelembagaan (Institution Model): Kebijakan sebagai Hasil dari Lembaga
Model kelembagaan memandang kebijakan publik sebagai keputusan formal yang dihasilkan, dijalankan, dan ditegakkan oleh lembaga-lembaga pemerintah. Secara tradisional, ilmu politik memang menempatkan lembaga negara sebagai pusat kajian, sehingga kebijakan dianggap sah bila lahir dari institusi yang memiliki kewenangan.
Kebijakan publik dalam model ini memiliki tiga ciri utama: (1) memperoleh legitimasi hukum sehingga wajib dipatuhi oleh seluruh warga negara, (2) bersifat universal karena berlaku bagi semua orang, baik individu maupun kelompok, serta (3) pemerintah memiliki monopoli penggunaan kekuasaan dan paksaan untuk menegakkan kepatuhan masyarakat terhadap kebijakan.
Meski demikian, pendekatan kelembagaan juga mengandung kelemahan. Pertama, model ini tidak menjelaskan secara jelas hubungan antara isi kebijakan dengan struktur lembaga pembuatnya. Kedua, fokusnya lebih pada organisasi, struktur, dan fungsi lembaga, tanpa menelaah akibat atau hasil kebijakan secara sistematis. Ketiga, perubahan dalam struktur lembaga tidak selalu berdampak pada perubahan kebijakan, karena hasil kebijakan sering kali dipengaruhi oleh proses implementasi yang bisa berbeda dari tujuan awal.
b. Model Proses (Process Model): Model Proses: Kebijakan sebagai Suatu Aktivitas Politik
Model proses memandang kebijakan publik sebagai suatu aktivitas politik yang berfokus pada perilaku aktor-aktor politik. Pendekatan ini menekankan pencarian pola perilaku dalam proses pembuatan kebijakan, sehingga berguna untuk memahami tahap-tahap yang terlibat dalam pembentukan kebijakan.
Tahapan dalam proses kebijakan meliputi:
- Problem Identification (Identifikasi Masalah).Masalah kebijakan diidentifikasi melalui tuntutan dari individu maupun kelompok yang menginginkan adanya respon atau tindakan dari pemerintah.
- Agenda Setting.Tahap penentuan agenda dilakukan dengan memusatkan perhatian media massa dan pejabat publik pada isu tertentu, sehingga diputuskan masalah publik mana yang akan diambil sebagai prioritas kebijakan.
- Policy Formulation (Perumusan Usul Kebijakan).
Pada tahap ini disusun berbagai alternatif program untuk menyelesaikan masalah yang telah diidentifikasi, sekaligus menentukan prioritas agenda kebijakan. Pada tahap ini disusun berbagai alternatif program untuk menyelesaikan masalah yang telah diidentifikasi, sekaligus menentukan prioritas agenda kebijakan. - Policy Legitimation (Pengesahan Kebijakan).Tahap ini meliputi pemilihan salah satu usulan kebijakan, pembentukan dukungan politik, serta pengesahan agar kebijakan tersebut memiliki kekuatan hukum yang sah.
- Policy Implementation (Pelaksanaan Kebijakan).Kebijakan yang telah disahkan kemudian diimplementasikan melalui mekanisme birokrasi, pengumpulan pajak, penyediaan anggaran, atau pemberian layanan publik.
- Policy Evaluation (Evaluasi Kebijakan).Tahap terakhir adalah menganalisis program yang telah dijalankan, mengevaluasi hasil serta dampaknya, sekaligus memberikan rekomendasi perubahan atau penyesuaian kebijakan.
c. Model Rasionalisme: Kebijakan sebagai Pencapaian Keuntungan Sosial Secara Maksimal
Model rasionalisme menekankan bahwa kebijakan publik seharusnya bertujuan memaksimalkan manfaat sosial dengan biaya sekecil mungkin. Pemerintah dituntut menghasilkan kebijakan yang memberi keuntungan terbesar bagi masyarakat secara luas, sehingga konsep rasionalitas sering disejajarkan dengan efisiensi.
Agar suatu kebijakan dapat disebut rasional, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi:
- Mengetahui kebutuhan masyarakat atau keinginan (preferensi nilai).
- Mengetahui semua alternatif kebijakan yang mendukung pencapaian manfaat kebijakan.
- Mengetahui semua konsekuensi kebijakan;
- Memperhitungkan rasio antara biaya dan manfaat yang dipikul dari setiap alternatif.
- Memilih alternatif kebijakan yang paling efektif dan efisien
Dengan demikian, kebijakan rasional menuntut ketersediaan informasi yang lengkap, kemampuan prediktif untuk memperkirakan dampak kebijakan, serta perhitungan cermat dalam menyeimbangkan biaya dan manfaat.
Kajian mengenai model kebijakan publik menunjukkan bahwa setiap kebijakan tidak lahir secara sederhana, melainkan melalui proses yang melibatkan lembaga, aktor politik, serta pertimbangan rasional tertentu. Model-model kebijakan berfungsi sebagai alat bantu analisis untuk menyederhanakan realitas yang kompleks, sehingga lebih mudah dipahami dan dikaji.
Meskipun tiap model memiliki keterbatasan, pemahaman yang menyeluruh terhadap beragam pendekatan tetap penting. Hal ini membantu memperluas perspektif dalam melihat bagaimana kebijakan dirumuskan, dilaksanakan, dan dievaluasi.
Dengan memahami berbagai model kebijakan publik, diharapkan pengambil keputusan maupun pihak-pihak terkait dapat merancang kebijakan yang lebih efektif, efisien, serta sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Referensi :
Dian Suluh Kusuma Dewi, Buku Ajar Kebijakan Publik; Proses, Implementasi dan Evaluasi, Yogyakarta: Penerbit Samudra Biru, 2022.
Wahyu Ridhotuloh, Achmad Rifki Hidayat, Raul Fahni Oktavio, Mochammad Nursyamal Arzaq, Suci Qurrota A, Selvira Eka Putri Kurniawan, "Model-model Kebijakan Publik : Pendekatan dan Implementasi", Jurnal Penelitian Ilmiah Multidisiplin, Vol. 8 No. 7 (Juli 2024).